Jumat, 20 Januari 2012

Laporan Hasil Praktek Lep Kristallografi



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………..   i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….  xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………  xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………  xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ………………………………………………….   xx
1.2 Pengertian Kristal ………………………………………………   1
1.3 Maksud dan Tujuan …………………………………………….   1
1.3.1 Maksud………………………………………………..  1
1.3.2 Tujuan…………………………………………………  1
1.4 Aplikasi di bidang geologi………………………………………     2

BAB II GEOMETRI PEMBENTUK KRISTALOGRAFI
2.1 Proses pembentukan Kristal……………………………………..  3
2.2 Bentuk Kristal…………………………………………………… 4
2.3 Sumbu dan Sudut kristalografi…………………………………..    4
2.3.1. Sumbu Kristalografi…………………………………...  4
2.3.2. Sudut Kristalografi…………………………………….  4
2.4    Bidang Kristal dan bidang simetri……………………………...    4
2.4.1.Bidang Kristal………………………………………….. 4
2.4.2 Bidang Simetri………………………………………….. 6

BAB III TATACARA PENDESKRIPSIAN
3.1. Proyeksi…………………………………………………………..  7
3.1.1 Proyeksi Bola……………………………………………  7
3.1.2.Proyeksi Stereografi……………………………………..  7
3.1.3. Proyeksi Gnemonik……………………………………..  7
3.1.4. Proyeksi Ortografi………………………………………  7
3.2. Sistem Kristal……………………………………………………..  7
3.3. Jumlah Unsur Simetri……………………………………………..   7
3.4. Kelas Simetri……………………………………………………...  8
3.4.1. Kelas Simetri menurut Herman Mauguin …………….......  8
3.4.2. Kelas Simetri menurut Schonfils……………………….....  8
           3.5. Penentuan Bentuk Kristal…………………………………………...  9
3.6. Indeks Miller & Weiss……………………………………………..  9
3.7. Contoh Mineral……………………………………………...........   9

BAB IV PENDESKRIPSIAN SISTEM KRISTAL
4.1. Sistem Kristal isometric…………………………………………...   12
4.2. Sistem Kristal Tetragonal………………………………………….   13
4.3. Sistem Kristal Hexagonal & Trigonal……………………………..    14
4.3.1. Sistem Hexagonal………………………………….........  14
4.3.2. Sistem Trigonal………………………………………….. 15
4.4. Sistem Kristal Orthorombik………………………………….........   16
4.5. Sistem Kristal Monoklin…………………………………………...  16
4.6. Sistem Kristal Triklin………………………………………………  17

BAB V KESIMPULAN & SARAN
5.1. Kesimpulan……………………………………………………….   19
5.2. Saran…………………………………………………………….... 20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....   yx



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kristalografi dan mineralogi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang kristal dan mineral-mineral penyusun pembentuknya, serta dasar disiplin ilmu kristalografi. Bidang ini terkait dalam ilmu geologi tentang kimia dan fisika. Secara mendalam pokok bahasan yang dikaji meliputi sifat-sifat geometri Kristal serta fisis kristal.
Secara tersendiri kristalografi diartikan satu cabang ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat di dalam geometri kristal terutama berkaitan dengan permasalahan perkembangan, pertumbuhan, kenampakan luar suatu struktur dalam sifat fisis lainnya. Sedangkan mineralogi merupakan ilmu yang secara dalam mempelajari tentang sifat-sifat mineral pembentuk batuan yang terdapat di bumi dan manfaat bagi manusia serta dampaknya terhadap sifat tanah.
Mempelajari kristalografi berarti akan membahas tentang bagaimana serta dimana kristal diartikan bidang homogen yang memiliki bidang polyhedral tertentu.Bidang muka yang licin dalam suatu kristal di dalam kristalografi dan mineralogi biasanya bersifat anisotrop dan tembus air.
Sedangkan di dalam mempelajari mineralogi berarti akan membahas mineral dimana merupakan benda padat homogen yang ada di alam dengan komposisi kimia tertentu,mempunyai atom yang teratur dan biasanya terbentuk secara alami.
Proses terbentuknya kristal dan mineral alam merupakan akibat dari proses geologi, yaitu :
a.Endogenik, merupakan proses kristal yang dibentuk pengkristalan magma.Satrio RamadhanH1C109070
b.Eksogenik, merupakan proses pengkristalan yang dipengaruhi oleh gaya-gaya dari luar.
c.Tektonik lempeng, dimana proses ini adalah dasar dari penyatuan jalur magnetik dengan sumbu zona pelapukan.Berdasarkan perbandingan panjang yang berada pada sumbu-sumbukristalografi, letak maupun maupun posisi sumbu, jumlah dan nilai sumbuvertikal atau nilai di sumbu c, maka kristal digolongkan menjadi 7 sistemkristal, yaitu :
             a) Sistem Isometric
             b) Sistem Tetragonal
             c) Sistem Hexagonal
d)Sistem Trigonal
            e)Sistem Orthorombic
            f)Sistem Triclinic
            g)Sistem Monoclin

1.2 Pengertian Kristal
Kristal berasal dari bahasa Yunani yaitu crustallos yang berarti es atau sesuatu yang menyerupai es.Kristal merupakan bangun yang homogen terdiri atas atom-atom yang tersusun teratur dan berulang (dalam pola tiga dimensi).
Zat padat terbentuk dari Kristal yang mempunyai jarak antara atom satu dan antara lainnya tertentu sehingga akan membentuk bangun geometri tertentu pula. Bentuk-bentuk geometri inilah yang merupakan dasar bentuk Kristal suatu zat.Bentuk geometri terkecil dari krsital disebut sel satuan.

1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud                                                                                                
Dalam studi Geologi, setelah mempelajari ilmu-ilmu tentang kristal, tahap selanjutnya adalah mempalajari ilmu tentang mineral atau Mineralogi. Kristalografi sendiri terkait dalam satu rangkaian dengan berbagai macam contoh dalam pembelajarannya. Terkait dengan kristal adalah komponen dasar dalam Geologi karena kristal adalah adalah suatu padatan yang atom, molekul,atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Dan dengan menjalani studi Kristalogrfi, dimaksudkan agar kita dapat mengenal, mengetahui dan juga menguasai Kristalografi yang menjadi salah satu dasar terpenting dalam Geologi.
Dengan bekal ilmu tentang kristal yang akan diperoleh, Kristalografi adalah salah satu aplikasi dari ilmu tersebut. Dan pada akhirnya, dengan menguasai kristalografi dan Mineralogi nantinya, akan dapat lebih mudah dalam mempelajari ilmu Geologi pada tahap selanjutnya.

1.3.2 Tujuan                                                                                                
Dalam kegiatan mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, kita di tuntut untuk dapat
  1. Mengaplikasikan ilmu tentang kristal.
  2. Mengetahui defenisi dari Kristalografi itu sendiri.
  3. Mengetahui sifat-sifat fisik dari kristal.
  4. Mampu melakukan penyelidikan secara fisik dari kristal.
  5. Mengetahui persentase komponen-komponen kristal.

1.4 Aplikasi di Bidang Geologi
Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting.Karena untuk mempelajari ilmu Geologi, kita tentunya juga harus mengetahui komposisi dasar dari Bumi ini, yaitu batuan. Dan batuan sendiri terbentuk dari susunan mineral-mineral yang tebentuk oleh proses alam. Dan pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang pengertian mineral yang dibentuk kristal-kristal.
Dengan mempelajari kristalografi, kita juga dapat mengetahui berbagai macam bahan-bahan dasar pembentuk Bumi ini, dari yang ada disekitar kita hingga jauh didasar Bumi.
Ilmu kristalografi juga dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral yang paling dicari oleh manusia.Dengan alasan untuk digunakan sebagai perhiasan karena nilai estetikanya maupun nilai guna dari mineral itu sendiri.Jadi, pada dasarnya, kristalografi digunakan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama kristal adalah sebagai pembentuk Bumi yang akan dipelajari.

BAB II
GEOMETRI PEMBENTUK KRISTALOGRAFI

2.1 Proses Pembentukan Kristal
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul,atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.Secara umum, zat cair  membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secarasimultan, sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal.Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung padakimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagaikristalisasi.
Kristal juga dapat didefinisikan sebagai bahan padat homogen, biasanya anisotropydan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga susunan bidang- bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah dan kedudukan dari bidangnya tertentudan teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang- bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu.
Bidang-bidang datar ini disebutsebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal.
Bidang muka kristal itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalamsebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus Kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebutsebagai parameter.
Bahan padat homogen,biasanya anisotrop dan tembus air,mengandung pengertian:
*Tidak termasuk di dalam cair dan gas
*Tidak dapat diuraikan menjadi senyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisikaMenuruti hukum-hukum pasti sehingga susunan bidangnya mengikuti hokum geometri
*Jumlah bidang dari suatu bentuk kristal tetap
*Macam bentuk dari bidang kristal tetap
*Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.
Sifat fisis kristal sangat tergantung pada struktur susunan atom-atomnya.
            Besar kecilnya kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi oleh bidang- bidang kristal, sehingga akan dikenal 2 zat yaitu kristalin dan non kristalin.

2.2 Bentuk Kristal
Terdapat banyak sekali kemungkinan bentuk kristal di Alam, tetapi kristal-kristal ini dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok besar, yang disebut system kristal. Ketujuh kelompok sitem kristal itu yaitu :
1.   sistem kubik
2.   sistem hexagonal
3.   sistem trigonal
4.   sistem tetragonal
5.   sistem orthorombik
6.   sistem monoklin
7.   sistem triklin

2.3 Sumbu dan Sudut Kristalografi
2.3.1. Sumbu Kristalografi
Sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal.Dimana kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu panjang, lebar, dan tebal atau tinggi.Tetapi dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi sehingga digunakan proyeksiorthogonal.
2.3.2. Sudut Kristalografi
Sudut kristalografi adalah sudut yang di bentuk oleh perpotongan sumbu- sumbukristalografi pada titik potong (pusat kristal).Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu kristal:
α : sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c
β : sudut yang dibentuk a

2.4 Bidang Kristal dan Bidang Simetri
2.4.1.Bidang Kristal
Suatu kristal mengandung beberapa bidang atom, bidang-bidang ini mempengaruhi sifat dan perilaku material, sehingga bermanfaat untuk mengidentifikasi berbagai bidang dalam kristal.
Bidang kisi kristal yang paling mudah dikenali adalah bidang pembatas sel satuan, tetapi terdapat pula banyak bidang lain. Bidang yang lebih penting bagi pembahasan ini adalah bidang yang digambarkan pada gambar 2-4.1, 2-4.2, 2-4.3.dan 2-4.4 Masing-masing diberi tanda (010), (110), dan (Ī11), dimana bilangan dalam tanda kurung (hkl) disebutIndeks miller

http://i53.tinypic.com/2558iep.jpg









http://i55.tinypic.com/2mqnne0.jpg
Gambar 2-4.1. Bidang (010) dalam struktur kubik. (a) kubik sederhana (sc), (b) kubik pemusatan-ruang (bcc), (c) kubik pemusatan-sisi (fcc). (Bidang (020) yang terdapat dalam bcc dan fcc setara dengan bidang (010) jika digambarkan pada perluasan sketsa ini.)

Gambar 2-4.2. Bidang (110) dalam struktur Kubik. (a) kubik sederhana (sc), (b) Kubik pemusatan-ruang (bcc), (c) Kubik pemusatan-sisi (fcc). (Bidang (200) yang terdapat di fcc setara dengan bidang (110))
http://i54.tinypic.com/2z5lpqv.jpg


Gambar 2-4.3. Bidang (Ī11) dalam struktur Kubik. (a) kubik sederhana (sc), (b) Kubik pemusatan-ruang (bcc), (c) Kubik pemusatan-sisi (fcc). Perpotongan negative diberi tanda garis di atas indeks.(Bidang (222) yang terdapat di gambar untuk bcc setara dengan bidang (Ī11)).







http://i53.tinypic.com/2hf8evc.jpg








Gambar 2-4.4. Indeks miller. Bidang (112) memotong ketiga sumbu pada jarak satuan 1,1 dan ½.

2.4.2 Bidang Simetri
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan dari yang lain.Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
* Bidang simetri aksial dikatakan Bidang simetri aksial bila bidang tersebutmembagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal). Bidang simetri aksialini dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri vertikal , yang melalui sumbua-b-αβγvertikal (biasanya dinotasikan dengan v), dan bidang simetri horisontal, yang berada tegak lurus terhadap sumbu c (dinotasikan dengan h).
*Bidang simetri menengah adalah bidang simetri yang hanya melalui satu sumbukristal. Bidang simetri ini sering pula dikatakan sebagai bidang siemetri diagonal.


BAB III
TATACARA PENDESKRIPSIAN

3.1. Proyeksi
3.1.1 Proyeksi Bola
Proyeksi bola merupakan bidang proyeksi garis yang ditarik dari pusat bola, bidang Kristal dan diteruskan hingga memotong bidang proyeksi.

3.1.2.Proyeksi Stereografi
Prinsipnya sama dengan proyeksi bola, tetapi bidang proyeksinya merupakan bidang ekuator bola atau bidang horizontal yang melalui equator bola tersebut.Proyeksi stereografi memproyeksikan sumbu simetri (A).

3.1.3. Proyeksi Gnemonik
Prinsip dasar proyeksi gnemonik ini sama dengan proyeksi bola, tetapi bidang proyeksi merupakan bidang singgung bola yang memotong  kutub utara

3.1.4. Proyeksi Ortografi
Bidang proyeksi ortografi utara bola, sumbu U-S cara proyeksinya dengan cara menarik garis, dari titik-titik yang berupa kutub bola ke bidang proyeksi ortografi.

3.2. Sistem Kristal
            Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbandingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya.
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri)
Dari bidang simetri dan sumbu simetri tersebutkristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.

3.3. Jumlah Unsur Simetri
Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-sumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut. Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan dapat mengetahui dimensi-dimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang selanjutnya akan menjadi patokan dalam penggambarannya.
Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat simetri. Cara penentuannya adalah sebagai berikut:
*Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu utamanya.
* Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan jumlah serta nilainya. Menentukan nilainya sama dengan pada sumbu utama.
* Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri yang ada pada kristal.
*Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya, kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.
* Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama) yang ada.

3.4. Kelas Simetri
3.4.1. Kelas Simetri menurut Herman Mauguin
Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal tersebut.
Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-masing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap sistem kristal.

3.4.2. Kelas Simetri menurut Schonfils
Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi simbol pada unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan bidang-bidang simetri. Simbolisasi Schoenflish akan menerangkan unsur-unsur tersebut dengan menggunakan huruf-huruf dan angka yang masing-masing akan berbeda pada setiap kristal.
Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya berbeda-beda pada masing-masing sistemnya, pada Schoenflish yang berbeda hanya pada sistem Isometrik. Sedangkan system-sistem yang lainnya sama cara penentuan simbolnya.

Tabel 3.4.2 Contoh Simbolisasi Schoenflish
No
Kelas Simetri
Notasi (Simbolisasi)
1
Hexotahedral
Oh
2
Ditetragonal Bipyramidal
D4h
3
Hexagonal Pyramidal
D6h
4
Trigonal Pyramidal
C3v
5
Rhombik Pyramidal
C2v
6
Rhombik Dipyramidal
C2h
7
Rhombik Disphenoidal
C2
8
Domatic
Cv
9
Pinacoidal
C
10
Pedial
C

3.5. Penentuan Bentuk Kristal
Dalam Penentuan pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

3.6. Indeks Miller & Weiss
            indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting, karena indeks ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika dan struktur kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah kristal.
Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal tersebut.
Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.
Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks.
Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu.
Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu sama dengan nol).
Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Geologi, ITM, disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut digantikan dengan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai (0). Indeks Miller-Weiss ini juga disebut sebagai ancer bentuk.
Hal ini adalah karena indeks ini juga akan mencerminkan bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada kristal terhadap sumbu-sumbu utama kristalnya.

3.7. Contoh Mineral
Contoh-contoh Mineral dari Beberapa Logam
Silikon (Si)                           : SiO2 (kwarsa)
Kalsium (Ca)                        : CaCO3 (kalsit)
Krom (Cr)                            : Chromite (FeCr2O4)
Mangan (Mn)                       : Manganite (MnO(OH))
Tembaga (Cu)                      : Malachite ((Cu2CO3(OH)3) , Chalcopyrite (CuFeS2)
Aluminium (Al)                    : Bauxite (Al2O3nH20)
Timah putih (Sn)                  : Cassiterite (SnO2) , SnO2 (kalsilexit)
Besi (Fe)                               : Magnetite (Fe3O4) , Hematite (Fe2O3) , Goethite (α-Fe3+O(OH)) , Limonite FeO(OH)·nH2O , Pyrite (FeS2)
Timah hitam/timbal (Pb)      : Galena  (PbS) , Anglesite (PbSO4) , Cerrusite (PbCO3)
Nikel (Ni)                             : Nickelite (NiAs) , NiS (milerit)
Platina (Pt)                           : Sperrylite (PtAs2)
Cobalt (Co)                          : Cobaltite (Co, Fe)AsS)
Perak (Ag)                            : Argentite (Ag2S)
Seng (Zn)                                     : Sphalerite ((Zn, Fe)S)
Titanium (Ti)                        : Rutile (TiO2) , Titanite (CaTiSiO5)


BAB IV
PENDISKRIPSIAN SISTEM KRISTAL

4.1. Sistem Kristal Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
http://blog.unsri.ac.id/userfiles/Isometric.gif
          a1 = a2 = a3
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/cubic_crystal_system_1.gif?w=133&h=119sudut antara a2 dan a3 = 90
sudut antara a3 dan a1 = 90
Sudut antara a1 dan a2 = 90
a1: a2 : a3 = 1 : 3 : 3
sudut antara a1 dan –a2 = 30


Gambar 1 Sistem Isometrik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
·  Tetaoidal
·  Gyroida
·  Diploida
·  Hextetrahedral
·  Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

4.2. Sistem Kristal Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek.Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
http://blog.unsri.ac.id/userfiles/Tetragonal.gif
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/tetragonal_crystal.jpg?w=115&h=150a1 = a 2 ≠ a3
sudut antara a1 dan a2 dan a3 = 90
a1 : a2 : a3 = 1 : 3 : 6
sudut antara a1 dan -a2 = 30




Gambar 2 Sistem Tetragonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
·  Piramid
·  Bipiramid
·  Bisfenoid
·  Trapezohedral
·  Ditetragonal Piramid
·  Skalenohedral
·  Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite(Pellant, Chris: 1992)

4.3. Sistem Kristal Hexagonal & Trigonal
4.3.1. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
http://blog.unsri.ac.id/userfiles/Hexagonal.gifhttp://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/hexagonal_crystal.jpg?w=114&h=150                                             a1 = a2 = a3 ≠ c
C ? a1, a2, a3
Sudut antara a1 dan –a2 = 20
sudut antara a2 dan –a3 = 40
a2 : a3 : c = 3 : 1 : 6


Gambar 3 Sistem Hexagonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem  ini dibagi menjadi 7:
·  Hexagonal Piramid
·  Hexagonal Bipramid
·  Dihexagonal Piramid
·  Dihexagonal Bipiramid
·  Trigonal Bipiramid
·  Ditrigonal Bipiramid
·  Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite.(Mondadori, Arlondo. 1977)

4.3.2. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/rhombohedral_crystal_system_1.gif?w=127&h=145






Gambar 4 Sistem Trigonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
·  Trigonal piramid
·  Trigonal Trapezohedral
·  Ditrigonal Piramid
·  Ditrigonal Skalenohedral
·  Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan cinabar(Mondadori, Arlondo. 1977)

4.4. Sistem Kristal Orthorombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).
http://blog.unsri.ac.id/userfiles/Orthorhombic.gifhttp://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/orthorhombic_crystal_system_1.gif?w=125&h=131

a  ≠ b ≠ c
sudut antara a,b, c = 90
a :b : c = sembarang
sudut antara a dan –b = 30


Gambar 5 Sistem Orthorhombik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
·  Bisfenoid
·  Piramid
·  Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite(Pellant, chris. 1992)

4.5. Sistem Kristal Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
http://blog.unsri.ac.id/userfiles/Monoclinic.gif
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/monoclinic_crystal_system_11.gif?w=113&h=149a ≠ b≠ c
sudut antara b dan c = 90
sudut antara a dan b = 90
sudut antara a dan c ≠ 90
sudut antara a dan –b = 45
a : b : c = sembarang


Gambar 6 Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
·  Sfenoid
·  Doma
·  Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,  malachite, colemanite, gypsum, dan epidot(Pellant, chris. 1992).

4.6. Sistem Kristal Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚.


Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/triclinic_crystal_system_11.gif?w=109&h=143





Gambar 7 Sistem Triklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚.          
Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
·  Pedial
·  Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase(Pellant, chris. 1992).


BAB V
KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan
Dengan mempelajari dan melakukan praktikum tentang Kristalografi yang menjadi bagian dari praktikum Kristalografi dan Mineralogi. Dapat saya ambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya untuk dapat mengenal, mengetahui dan menguasai ilmu tentang kristal dalam studi Geologi. Karena kristal sendiri adalah merupakan salah satu dasar yang paling penting dalam ilmu Geologi itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan oleh kristal menjadi salah satu dasar untuk mempelajari ilmu tentang mineral yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya.
Jika tidak menguasai dan mengenal tentang kristal, akan sangat sulit untuk selanjutnya memmahami Mineralogi, dan mineral itu sendiri adalah pembentuk batuan, sedangkan batuan itu adalah inti dari Geologi. Hal ini juga menyebabkan Kristalografi dan Mineralogi menjadi syarat untuk dapat melanjutkan studi pada mata kuliah dan praktikum Petrologi yang akan dipelajari selanjutnya.
Selama melakukan praktikum Kristalografi, praktikan diharapkan mampu mengenal, mengklasifikasi, mendeskripsi serta menggambar sketsa dari masing-masing ancer kristal yang ada, yaitu, Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin serta Triklin. Dan tentu saja praktikan diharapkan mampu untuk mengetahui defenisi dari kristal itu sendiri, proses-proses pembentukkannya, dan juga mengetahui ancer-unsur yang ada pada kristal itu sendiri. Seperti sumbu simetri, sudut simetri, dan juga bidang simetri. Selain itu praktikan juga harus mengetahui aplikasi dari Kristalografi itu sendiri, khususnya dibidang Geologi.
Dalam praktikum Kristalografi yang dilakukan dilaboratorium Kristalografi dan Mineralogi di Lep ITM ini, Digunakan proyeksi Orthogonal dalam melakukan penggambaran atau sketsa kristal. Metode penggambaran ini dilakukan dengan menggunakan persilangan sumbu yang akan menghasilkan sketsa tiga dimensi dari kristal. Penggambaran kristal dilakukan sesuai dengan hasil deskripsi kristal yang telah dilakukan. Pendeskripsian dilakukan dengan langkah-langkah menentukan jumlah unsurr-unsur simetri, kelas simetri, simbolisasi Herman-Mauguin, simbolisasi Schoenflish, indeks Miller-Weiss serta menentukan nama bentuk kristal dan contoh-contoh mineralnya.
Setelah mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, diharapkan untuk kedepannya dalam mempelajari Mineralogi akan dapat lebih mudah dengan memiliki dasar-dasar yang telah didapat pada Kristalografi.

5.2. Saran
Selama mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, telah banyak yang dapat kita pelajari. Baik dalam hal ilmu tentang kristal itu sendiri pada khususnya serta tentang aplikasi dan manfaatnya dalam bidang Geologi dan juga dikehidupan sehari-hari.

Dalam melakukan praktikum Kristalografi, dapat kita sadari bersama ada beberapa kekurangan yang cukup menghambat berjalannya proses praktikum. Salah satu yang paling dapat dirasakan adalah kurangnya jumlah sampel (contoh) kristal yang ada dilaboratorium Kristalografi dan Mineralogi. Maka diharapkan agar kedepannya kekurangan tersebut dapat ditutupi sehingga proses praktikum yang dilakukan dapat berjalan lancar.
 Dan satu hal lagi yang juga perlu diperhatikan adalah waktu praktikum yang kadang tidak tepat pada waktunya. Diharapkan agar untuk kedepannya kita dapat sama-sama untuk menjaga hal tersebut agar tidak terulang atau paling tidak dikurangi. Dengan begitu diharapkan praktikum yang dilakukan dapat lebih baik lagi.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar