DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
i
DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang …………………………………………………. xx
1.2
Pengertian Kristal ……………………………………………… 1
1.3
Maksud dan Tujuan ……………………………………………. 1
1.3.1 Maksud……………………………………………….. 1
1.3.2 Tujuan………………………………………………… 1
1.4
Aplikasi di bidang geologi………………………………………
2
BAB II GEOMETRI PEMBENTUK
KRISTALOGRAFI
2.1
Proses pembentukan Kristal……………………………………..
3
2.2
Bentuk Kristal…………………………………………………… 4
2.3
Sumbu dan Sudut kristalografi………………………………….. 4
2.3.1. Sumbu Kristalografi…………………………………... 4
2.3.2. Sudut Kristalografi……………………………………. 4
2.4
Bidang Kristal dan bidang simetri……………………………... 4
2.4.1.Bidang Kristal………………………………………….. 4
2.4.2 Bidang Simetri………………………………………….. 6
BAB III TATACARA PENDESKRIPSIAN
3.1. Proyeksi………………………………………………………….. 7
3.1.1
Proyeksi Bola…………………………………………… 7
3.1.2.Proyeksi
Stereografi…………………………………….. 7
3.1.3. Proyeksi
Gnemonik…………………………………….. 7
3.1.4.
Proyeksi Ortografi……………………………………… 7
3.2. Sistem Kristal…………………………………………………….. 7
3.4. Kelas Simetri……………………………………………………... 8
3.4.1. Kelas Simetri menurut Herman Mauguin ……………....... 8
3.4.2. Kelas Simetri menurut Schonfils………………………..... 8
3.5. Penentuan Bentuk Kristal…………………………………………... 9
3.6. Indeks Miller
& Weiss…………………………………………….. 9
3.7. Contoh Mineral……………………………………………........... 9
BAB IV PENDESKRIPSIAN SISTEM
KRISTAL
4.1.
Sistem Kristal isometric…………………………………………...
12
4.2.
Sistem Kristal Tetragonal………………………………………….
13
4.3.
Sistem Kristal Hexagonal & Trigonal…………………………….. 14
4.3.1. Sistem Hexagonal…………………………………......... 14
4.3.2. Sistem Trigonal………………………………………….. 15
4.4.
Sistem Kristal Orthorombik…………………………………......... 16
4.5.
Sistem Kristal Monoklin…………………………………………... 16
4.6.
Sistem Kristal Triklin……………………………………………… 17
BAB V KESIMPULAN & SARAN
5.1.
Kesimpulan………………………………………………………. 19
5.2.
Saran…………………………………………………………….... 20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….... yx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kristalografi
dan mineralogi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang kristal dan
mineral-mineral penyusun pembentuknya, serta dasar disiplin ilmu
kristalografi. Bidang ini terkait dalam ilmu geologi tentang kimia dan fisika.
Secara mendalam pokok bahasan yang dikaji meliputi sifat-sifat geometri Kristal
serta fisis kristal.
Secara
tersendiri kristalografi diartikan satu cabang ilmu yang mempelajari tentang
sifat-sifat di dalam geometri kristal terutama berkaitan dengan permasalahan
perkembangan, pertumbuhan, kenampakan luar suatu struktur dalam sifat fisis
lainnya. Sedangkan mineralogi merupakan ilmu yang secara dalam mempelajari tentang
sifat-sifat mineral pembentuk batuan yang terdapat di bumi dan manfaat bagi
manusia serta dampaknya terhadap sifat tanah.
Mempelajari
kristalografi berarti akan membahas tentang bagaimana serta dimana kristal
diartikan bidang homogen yang memiliki bidang polyhedral tertentu.Bidang
muka yang licin dalam suatu kristal di dalam kristalografi dan mineralogi
biasanya bersifat anisotrop dan tembus air.
Sedangkan
di dalam mempelajari mineralogi berarti akan membahas mineral dimana
merupakan benda padat homogen yang ada di alam dengan komposisi kimia
tertentu,mempunyai atom yang teratur dan biasanya terbentuk secara alami.
Proses
terbentuknya kristal dan mineral alam merupakan akibat dari proses
geologi, yaitu :
a.Endogenik, merupakan proses kristal
yang dibentuk pengkristalan magma.Satrio RamadhanH1C109070
b.Eksogenik, merupakan proses
pengkristalan yang dipengaruhi oleh gaya-gaya dari luar.
c.Tektonik lempeng, dimana proses ini
adalah dasar dari penyatuan jalur magnetik dengan sumbu zona
pelapukan.Berdasarkan perbandingan panjang yang berada pada
sumbu-sumbukristalografi, letak maupun maupun posisi sumbu, jumlah dan nilai
sumbuvertikal atau nilai di sumbu c, maka kristal digolongkan menjadi 7
sistemkristal, yaitu :
a) Sistem Isometric
b) Sistem Tetragonal
c) Sistem Hexagonal
d)Sistem
Trigonal
e)Sistem Orthorombic
f)Sistem Triclinic
g)Sistem Monoclin
1.2 Pengertian Kristal
Kristal
berasal dari bahasa Yunani yaitu crustallos
yang berarti es atau sesuatu yang menyerupai es.Kristal merupakan bangun yang
homogen terdiri atas atom-atom yang tersusun teratur dan berulang (dalam pola
tiga dimensi).
Zat
padat terbentuk dari Kristal yang mempunyai jarak antara atom satu dan antara
lainnya tertentu sehingga akan membentuk bangun geometri tertentu pula.
Bentuk-bentuk geometri inilah yang merupakan dasar bentuk Kristal suatu
zat.Bentuk geometri terkecil dari krsital disebut sel satuan.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Dalam
studi Geologi, setelah mempelajari ilmu-ilmu tentang kristal, tahap selanjutnya
adalah mempalajari ilmu tentang mineral atau Mineralogi. Kristalografi sendiri
terkait dalam satu rangkaian dengan berbagai macam contoh dalam
pembelajarannya. Terkait dengan kristal adalah komponen dasar dalam Geologi
karena kristal adalah adalah suatu padatan yang atom, molekul,atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya
berulang melebar secara tiga dimensi. Dan dengan
menjalani studi Kristalogrfi, dimaksudkan agar kita dapat mengenal, mengetahui
dan juga menguasai Kristalografi yang menjadi salah satu dasar terpenting dalam
Geologi.
Dengan
bekal ilmu tentang kristal yang akan diperoleh, Kristalografi adalah salah satu
aplikasi dari ilmu tersebut. Dan pada akhirnya, dengan menguasai kristalografi
dan Mineralogi nantinya, akan dapat lebih mudah dalam mempelajari ilmu Geologi
pada tahap selanjutnya.
1.3.2 Tujuan
Dalam
kegiatan mempelajari dan melakukan praktikum Kristalografi, kita di tuntut untuk dapat
1. Mengaplikasikan ilmu tentang kristal.
2. Mengetahui defenisi dari Kristalografi itu
sendiri.
3. Mengetahui sifat-sifat fisik dari kristal.
4. Mampu melakukan
penyelidikan secara fisik dari kristal.
1.4 Aplikasi di Bidang Geologi
Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah
penting.Karena untuk mempelajari ilmu Geologi, kita tentunya juga harus
mengetahui komposisi dasar dari Bumi ini, yaitu batuan. Dan batuan sendiri
terbentuk dari susunan mineral-mineral yang tebentuk oleh proses alam. Dan pada
bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang pengertian mineral yang dibentuk
kristal-kristal.
Dengan mempelajari kristalografi, kita juga dapat mengetahui
berbagai macam bahan-bahan dasar pembentuk Bumi ini, dari yang ada disekitar
kita hingga jauh didasar Bumi.
Ilmu kristalografi juga dapat digunakan untuk mempelajari
sifat-sifat berbagai macam mineral yang paling dicari oleh manusia.Dengan
alasan untuk digunakan sebagai perhiasan karena nilai estetikanya maupun nilai
guna dari mineral itu sendiri.Jadi, pada dasarnya, kristalografi digunakan
sebagai dasar untuk mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama
kristal adalah sebagai pembentuk Bumi yang akan dipelajari.
BAB
II
GEOMETRI PEMBENTUK KRISTALOGRAFI
2.1 Proses Pembentukan Kristal
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul,atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya
berulang melebar secara tiga dimensi.Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika
mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa
kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya "terpasang"
pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara umum,
kebanyakan kristal terbentuk secarasimultan, sehingga menghasilkan padatan
polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan
polikristal.Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan
tergantung padakimia cairannya sendiri, kondisi ketika
terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin
dikenal sebagaikristalisasi.
Kristal juga dapat didefinisikan sebagai bahan padat
homogen, biasanya anisotropydan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu
pasti, sehingga susunan bidang- bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah
dan kedudukan dari bidangnya tertentudan teratur. Keteraturannya tercermin
dalam permukaan kristal yang berupa bidang- bidang datar dan rata yang
mengikuti pola-pola tertentu.
Bidang-bidang datar ini disebutsebagai bidang muka
kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan
besarnya selalu tetap pada suatu kristal.
Bidang muka kristal itu baik letak maupun arahnya
ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalamsebuah kristal,
sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus Kristal melalui
pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang
disebutsebagai parameter.
Bahan padat homogen,biasanya
anisotrop dan tembus air,mengandung pengertian:
*Tidak termasuk di dalam cair dan gas
*Tidak dapat diuraikan menjadi senyawa
lain yang lebih sederhana oleh proses fisikaMenuruti hukum-hukum pasti sehingga
susunan bidangnya mengikuti hokum geometri
*Jumlah bidang dari suatu bentuk
kristal tetap
*Macam bentuk dari bidang kristal
tetap
*Sifat keteraturannya tercermin pada
bentuk luar dari kristal yang tetap.
Sifat fisis kristal sangat tergantung
pada struktur susunan atom-atomnya.
Besar kecilnya
kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi oleh
bidang- bidang kristal, sehingga akan dikenal 2 zat yaitu kristalin dan
non kristalin.
2.2
Bentuk Kristal
Terdapat banyak sekali kemungkinan bentuk kristal di Alam,
tetapi kristal-kristal ini dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok besar,
yang disebut system kristal. Ketujuh kelompok sitem kristal itu yaitu :
1. sistem kubik
2. sistem hexagonal
3. sistem trigonal
4. sistem tetragonal
5. sistem orthorombik
6. sistem monoklin
7. sistem triklin
2.3
Sumbu dan Sudut Kristalografi
2.3.1. Sumbu Kristalografi
Sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang
dibuat melalui pusat kristal.Dimana kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu
panjang, lebar, dan tebal atau tinggi.Tetapi dalam penggambarannya dibuat 2
dimensi sehingga digunakan proyeksiorthogonal.
2.3.2. Sudut Kristalografi
Sudut kristalografi adalah sudut yang di bentuk oleh
perpotongan sumbu- sumbukristalografi pada titik potong (pusat kristal).Tujuh
prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu kristal:
α : sudut yang dibentuk antara sumbu b dan sumbu c
β : sudut yang dibentuk a
2.4 Bidang Kristal dan Bidang Simetri
2.4.1.Bidang
Kristal
Suatu kristal mengandung beberapa bidang atom,
bidang-bidang ini mempengaruhi sifat dan perilaku material, sehingga bermanfaat
untuk mengidentifikasi berbagai bidang dalam kristal.
Bidang kisi kristal yang paling mudah
dikenali adalah bidang pembatas sel satuan, tetapi terdapat pula banyak bidang
lain. Bidang yang lebih penting bagi pembahasan ini adalah bidang yang
digambarkan pada gambar 2-4.1, 2-4.2, 2-4.3.dan 2-4.4 Masing-masing diberi
tanda (010), (110), dan (Ī11), dimana bilangan dalam tanda kurung (hkl)
disebutIndeks miller
Gambar 2-4.2. Bidang (110) dalam
struktur Kubik. (a) kubik sederhana (sc), (b) Kubik pemusatan-ruang (bcc), (c)
Kubik pemusatan-sisi (fcc). (Bidang (200) yang terdapat di fcc setara dengan
bidang (110))
Gambar 2-4.3. Bidang (Ī11) dalam
struktur Kubik. (a) kubik sederhana (sc), (b) Kubik pemusatan-ruang (bcc), (c)
Kubik pemusatan-sisi (fcc). Perpotongan negative diberi tanda garis di atas
indeks.(Bidang (222) yang terdapat di gambar untuk bcc setara dengan bidang
(Ī11)).
Gambar 2-4.4. Indeks miller. Bidang
(112) memotong ketiga sumbu pada jarak satuan 1,1 dan ½.
2.4.2 Bidang Simetri
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat
membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu
merupakan pencerminan dari yang lain.Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
*
Bidang simetri aksial dikatakan Bidang simetri aksial bila bidang
tersebutmembagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal). Bidang simetri
aksialini dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri vertikal , yang melalui
sumbua-b-αβγvertikal (biasanya dinotasikan dengan v), dan bidang
simetri horisontal, yang berada tegak lurus terhadap sumbu c (dinotasikan
dengan h).
*Bidang simetri menengah adalah bidang simetri yang hanya
melalui satu sumbukristal. Bidang simetri ini sering pula dikatakan sebagai
bidang siemetri diagonal.
BAB
III
TATACARA
PENDESKRIPSIAN
3.1.
Proyeksi
3.1.1 Proyeksi Bola
Proyeksi bola merupakan bidang proyeksi garis yang ditarik
dari pusat bola, bidang Kristal dan diteruskan hingga memotong bidang proyeksi.
3.1.2.Proyeksi Stereografi
Prinsipnya sama dengan proyeksi bola, tetapi bidang
proyeksinya merupakan bidang ekuator bola atau bidang horizontal yang melalui
equator bola tersebut.Proyeksi
stereografi memproyeksikan sumbu simetri (A).
3.1.3. Proyeksi Gnemonik
Prinsip dasar proyeksi gnemonik ini sama dengan proyeksi
bola, tetapi bidang proyeksi merupakan bidang singgung bola yang memotong
kutub utara
3.1.4. Proyeksi Ortografi
Bidang proyeksi ortografi utara bola, sumbu U-S cara
proyeksinya dengan cara menarik garis, dari titik-titik yang berupa kutub bola
ke bidang proyeksi ortografi.
3.2.
Sistem Kristal
Dalam
mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan
pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbandingan
panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya.
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya
(bidang simetri dan sumbu simetri)
Dari bidang simetri dan sumbu simetri tersebutkristal dapat
dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada
jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik
terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem
Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima
kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.
3.3.
Jumlah Unsur Simetri
Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan
untuk menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai
sumbu-sumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal
tersebut. Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan
dapat mengetahui dimensi-dimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang
selanjutnya akan menjadi patokan dalam penggambarannya.
Unsur simetri yang diamati adalah
sumbu, bidang, dan pusat simetri. Cara penentuannya adalah sebagai berikut:
*Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya,
lakukan pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat
dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu utamanya.
* Perhatikan
keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan jumlah serta nilainya. Menentukan nilainya sama dengan pada
sumbu utama.
* Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan
sumbu simetri yang ada pada kristal.
*Amati bentuk kristal terhadap susunan
persilangan sumbunya, kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.
* Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai
sama) yang ada.
3.4.
Kelas Simetri
3.4.1.
Kelas Simetri menurut Herman Mauguin
Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya
bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama
dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan
bidang yang ada pada kristal tersebut.
Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-masing kristal. Dan
cara penentuannya pun berbeda pada tiap sistem kristal.
3.4.2.
Kelas Simetri menurut Schonfils
Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi simbol pada
unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan bidang-bidang
simetri. Simbolisasi Schoenflish
akan menerangkan unsur-unsur tersebut dengan menggunakan huruf-huruf dan angka
yang masing-masing akan berbeda pada setiap kristal.
Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya berbeda-beda pada
masing-masing sistemnya, pada Schoenflish
yang berbeda hanya pada sistem Isometrik. Sedangkan system-sistem yang
lainnya sama cara penentuan simbolnya.
Tabel
3.4.2 Contoh Simbolisasi Schoenflish
No
|
Kelas Simetri
|
Notasi (Simbolisasi)
|
1
|
Hexotahedral
|
Oh
|
2
|
Ditetragonal
Bipyramidal
|
D4h
|
3
|
Hexagonal
Pyramidal
|
D6h
|
4
|
Trigonal
Pyramidal
|
C3v
|
5
|
Rhombik
Pyramidal
|
C2v
|
6
|
Rhombik
Dipyramidal
|
C2h
|
7
|
Rhombik
Disphenoidal
|
C2
|
8
|
Domatic
|
Cv
|
9
|
Pinacoidal
|
C
|
10
|
Pedial
|
C
|
3.5.
Penentuan Bentuk Kristal
Dalam Penentuan
pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
•Holokristalin, yaitu batuan beku dimana
semuanya tersusun oleh kristal.Tekstur holokristalin adalah karakteristik
batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
• Hipokristalin, yaitu apabila sebagian
batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
• Holohialin, yaitu batuan beku yang
semuanya tersusun dari massa gelas.Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai
lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih
kecil dari tubuh batuan.
3.6.
Indeks Miller & Weiss
indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting, karena indeks
ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika dan struktur kristalografi.
Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan
adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah
kristal.
Nilai-nilai pada indeks ini dapat
ditentukan dengan menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan
memperhatikan apakah sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b
dan c) pada kristal tersebut.
Selanjutnya setelah mendapatkan nilai
perpotongan tersebut, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah
menentukan nilai dari indeks Miller
dan Weiss itu sendiri. Penilaian
dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang dilalui
oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang
tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.
Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena apa yang dijelaskan dan cara
penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu
simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks.
Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan
penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi
pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu.
Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas,
yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu sama
dengan nol).
Dalam praktikum laboratorium
Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Geologi, ITM, disepakati bahwa
nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut digantikan dengan atau disamakan dengan
tidak mempunyai nilai (0). Indeks Miller-Weiss
ini juga disebut sebagai ancer bentuk.
Hal ini adalah karena indeks ini juga
akan mencerminkan bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada
kristal terhadap sumbu-sumbu utama kristalnya.
3.7.
Contoh Mineral
Contoh-contoh Mineral dari
Beberapa Logam
Silikon
(Si) : SiO2 (kwarsa)
Kalsium
(Ca) : CaCO3 (kalsit)
Krom (Cr) :
Chromite (FeCr2O4)
Mangan
(Mn) : Manganite (MnO(OH))
Tembaga
(Cu) :
Malachite ((Cu2CO3(OH)3) , Chalcopyrite (CuFeS2)
Aluminium
(Al) : Bauxite (Al2O3nH20)
Timah
putih (Sn) : Cassiterite (SnO2) , SnO2
(kalsilexit)
Besi (Fe) :
Magnetite (Fe3O4) , Hematite (Fe2O3)
, Goethite (α-Fe3+O(OH)) , Limonite FeO(OH)·nH2O , Pyrite
(FeS2)
Timah
hitam/timbal (Pb) : Galena (PbS) , Anglesite (PbSO4)
, Cerrusite (PbCO3)
Nikel (Ni) :
Nickelite (NiAs) , NiS (milerit)
Platina
(Pt) : Sperrylite (PtAs2)
Cobalt
(Co) :
Cobaltite (Co, Fe)AsS)
Perak (Ag) : Argentite (Ag2S)
Seng (Zn) : Sphalerite ((Zn, Fe)S)
Titanium
(Ti) :
Rutile (TiO2) , Titanite (CaTiSiO5)
BAB
IV
PENDISKRIPSIAN
SISTEM KRISTAL
4.1.
Sistem Kristal Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal
pula dengan sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada
3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang
yang sama untuk masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki
axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama
dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α
= β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β
dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
a1
= a2 = a3
sudut
antara a3 dan a1 = 90
Sudut
antara a1 dan a2 = 90
a1:
a2 : a3 = 1 : 3 : 3
sudut
antara a1 dan –a2 = 30
Gambar 1 Sistem Isometrik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya,
pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan
nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
· Tetaoidal
· Gyroida
· Diploida
· Hextetrahedral
· Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini
adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
4.2.
Sistem Kristal Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3
sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai
satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau
lebih pendek.Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠
c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak
lurus satu sama lain (90˚).
sudut antara a1 dan a2 dan a3 = 90
a1 : a2 : a3 = 1 : 3 : 6
sudut antara a1 dan -a2 = 30
Gambar 2 Sistem Tetragonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6.
Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
· Piramid
· Bipiramid
· Bisfenoid
· Trapezohedral
· Ditetragonal Piramid
· Skalenohedral
· Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini
adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite(Pellant, Chris: 1992)
4.3.
Sistem Kristal Hexagonal & Trigonal
4.3.1.
Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak
lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih
panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki
axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti,
pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚
terhadap sumbu γ.
C ? a1, a2, a3
Sudut antara a1 dan –a2 = 20
sudut antara a2 dan –a3 = 40
a2 : a3 : c = 3 : 1 : 6
Gambar 3 Sistem Hexagonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya,
pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan
nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan
sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
· Hexagonal Piramid
· Hexagonal Bipramid
· Dihexagonal Piramid
· Dihexagonal Bipiramid
· Trigonal Bipiramid
· Ditrigonal Bipiramid
· Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah
quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite.(Mondadori, Arlondo. 1977)
4.3.2.
Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini
mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan
sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya
juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang
dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan
dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap
sumbu γ.
Gambar 4 Sistem Trigonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6.
Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan
sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
· Trigonal piramid
· Trigonal Trapezohedral
· Ditrigonal Piramid
· Ditrigonal Skalenohedral
· Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah
tourmaline dan cinabar(Mondadori,
Arlondo. 1977)
4.4.
Sistem Kristal Orthorombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu
simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang
sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem
ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).
a ≠ b ≠ c
sudut
antara a,b, c = 90
a
:b : c = sembarang
sudut
antara a dan –b = 30
Gambar 5 Sistem Orthorhombik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya
tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
· Bisfenoid
· Piramid
· Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik
ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite(Pellant, chris. 1992)
4.5.
Sistem Kristal Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari
tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak
lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a.
Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang
paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial
ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya
tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki
sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α
dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
sudut antara b dan c = 90
sudut antara a dan b = 90
sudut antara a dan c ≠ 90
sudut antara a dan –b = 45
a : b : c = sembarang
Gambar
6 Sistem Monoklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang.
Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
· Sfenoid
· Doma
· Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah
azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot(Pellant, chris. 1992).
4.6.
Sistem Kristal Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu
tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki
axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang
sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚.
Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Gambar 7 Sistem Triklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚.
Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚
terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
· Pedial
· Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini
adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase(Pellant, chris. 1992).
BAB
V
KESIMPULAN
& SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dengan mempelajari dan melakukan
praktikum tentang Kristalografi yang menjadi bagian dari praktikum
Kristalografi dan Mineralogi. Dapat saya ambil kesimpulan bahwa betapa
pentingnya untuk dapat mengenal, mengetahui dan menguasai ilmu tentang kristal
dalam studi Geologi. Karena kristal sendiri adalah merupakan salah satu dasar
yang paling penting dalam ilmu Geologi itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan
oleh kristal menjadi salah satu dasar untuk mempelajari ilmu tentang mineral
yang akan dipelajari pada tahap selanjutnya.
Jika tidak menguasai dan mengenal
tentang kristal, akan sangat sulit untuk selanjutnya memmahami Mineralogi, dan
mineral itu sendiri adalah pembentuk batuan, sedangkan batuan itu adalah inti
dari Geologi. Hal ini juga menyebabkan Kristalografi dan Mineralogi menjadi
syarat untuk dapat melanjutkan studi pada mata kuliah dan praktikum Petrologi
yang akan dipelajari selanjutnya.
Selama melakukan praktikum
Kristalografi, praktikan diharapkan mampu mengenal, mengklasifikasi, mendeskripsi
serta menggambar sketsa dari masing-masing ancer kristal yang ada, yaitu,
Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin serta
Triklin. Dan tentu saja praktikan diharapkan mampu untuk mengetahui defenisi
dari kristal itu sendiri, proses-proses pembentukkannya, dan juga mengetahui
ancer-unsur yang ada pada kristal itu sendiri. Seperti sumbu simetri, sudut
simetri, dan juga bidang simetri. Selain itu praktikan juga harus mengetahui
aplikasi dari Kristalografi itu sendiri, khususnya dibidang Geologi.
Dalam praktikum Kristalografi yang
dilakukan dilaboratorium Kristalografi dan Mineralogi di Lep ITM ini, Digunakan
proyeksi Orthogonal dalam melakukan penggambaran atau sketsa kristal. Metode
penggambaran ini dilakukan dengan menggunakan persilangan sumbu yang akan
menghasilkan sketsa tiga dimensi dari kristal. Penggambaran kristal dilakukan
sesuai dengan hasil deskripsi kristal yang telah dilakukan. Pendeskripsian
dilakukan dengan langkah-langkah menentukan jumlah unsurr-unsur simetri, kelas
simetri, simbolisasi Herman-Mauguin,
simbolisasi Schoenflish, indeks Miller-Weiss
serta menentukan nama bentuk kristal dan contoh-contoh mineralnya.
Setelah mempelajari dan melakukan
praktikum Kristalografi, diharapkan untuk kedepannya dalam mempelajari
Mineralogi akan dapat lebih mudah dengan memiliki dasar-dasar yang telah
didapat pada Kristalografi.
5.2.
Saran
Selama mempelajari dan melakukan
praktikum Kristalografi, telah banyak yang dapat kita pelajari. Baik dalam hal
ilmu tentang kristal itu sendiri pada khususnya serta tentang aplikasi dan
manfaatnya dalam bidang Geologi dan juga dikehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan praktikum
Kristalografi, dapat kita sadari bersama ada beberapa kekurangan yang cukup
menghambat berjalannya proses praktikum. Salah satu yang paling dapat dirasakan
adalah kurangnya jumlah sampel (contoh) kristal yang ada dilaboratorium
Kristalografi dan Mineralogi. Maka diharapkan agar kedepannya kekurangan
tersebut dapat ditutupi sehingga proses praktikum yang dilakukan dapat berjalan
lancar.
Dan satu hal lagi yang juga perlu diperhatikan
adalah waktu praktikum yang kadang tidak tepat pada waktunya. Diharapkan agar
untuk kedepannya kita dapat sama-sama untuk menjaga hal tersebut agar tidak
terulang atau paling tidak dikurangi. Dengan begitu diharapkan praktikum yang
dilakukan dapat lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar